Meski program nuklir Republik Islam Iran terbukti untuk tujuan sipil
dan semua pihak menyakini bahwa rezim Zionis Israel memiliki lebih dari
300 hulu ledak nuklir dan bahkan satu-satunya rezim yang memiliki
senjata atom di Timur Tengah, namun Tel Aviv tetap menuduh Tehran
berupaya memproduksi senjata nuklir.
Selama beberapa bulan terakhir, Benyamin Netanyahu, Perdana Menteri
Rezim Zionis dengan dalih tersebut mengancam akan menyerang Iran. Namun
hingga kini, terdapat silang pendapat di antara para pejabat Israel
terkait ancaman tersebut.
Kondisi itu terjadi pada saat perundingan nuklir putaran berikutnya
yang akan digelar di Baghdad Irak tinggal tiga pekan lagi. Sementara
itu, Uni Eropa dan Amerika Serikat, begitu juga Rusia dan Cina menilai
pembicaraan di Baghdad sebagai kesempatan konstruktif.
Putaran perundingan baru antara Iran dan kelompok 5+1 (Rusia, Cina,
Inggris, Perancis, Amerika Serikat ditambah Jerman) akan segera dimulai
di Baghdad, ibukota Irak pada tanggal 23 Mei setelah perundingan di
Istanbul, Turki pada tanggal 14 April. Sejumlah analis meyakini bahwa
proses penyelesaian kasus nuklir Iran melalui perundingan di Istanbul
telah membuat berang para pejabat Israel.
Sementara itu, perselisihan internal para pejabat senior Tel Aviv
semakin melebar. Ketua Partai KadimaShaul Mofaz, pemimpin Partai Buruh
dan Partai Meretz menuntut penyelenggaraan pemilu lebih cepat pada
tanggal 16 Oktober. Di sisi lain, pemimpin Partai Yisrael Beiteinu,
Lieberman, menyatakan tidak akan hadir dalam kabinet sebelum tuntutan
itu disetujui. Dengan begitu, Benyamin Netanyahu terpaksa menerima
tuntutan tersebut.
Mantan Perdana Menteri Rezim Zionis Ehud Olmert beberapa waktu lalu
dalam jumpa pers di New York kepada koran Jerusalem Post menyatakan
penentangannya terhadap opsi militer ke Iran dan mengatakan bahwa saat
ini tidak ada argumen kuat untuk melakukan opsi tersebut.
Saat ini,Shelly Yachimovich pemimpin Partai Buruh Israel juga
bergabung dengan kubu penentang perang terhadap Iran yang digaungkan
Netanyahu. Dalam wawancaranya dengan Channel 2 televisi Israel, dia
mengecam kebijakan Benyamin Netanyahu terhadap Iran dan menilai langkah
itu salah.
Pejabat-pejabat senior Israel khususnya pada bulan-bulan terakhir,
menggelar berbagai pertemuan dengan para pejabat Amerika Serikat untuk
mengambil keputusan bersama dalam menyikapi program nuklir Iran.
Petinggi-petinggi Tel Aviv terus menuduh Tehran berupaya memproduksi
senjata nuklir. Bahkan mereka mengatakan Iran beberapa bulan lagi akan
membuat bom nuklir. Tuduhan tersebut bertujuan untuk memprovokasi opini
publik Barat. Namun upaya tersebut tidak dapat membantu Israel. Bahkan
sejumlah sumber melaporkan pertemuan rahasia Netanyahu dengan Mitt
Romney, rival kuat Presiden AS Barack Obama dalam pemilu mendatang saat
berkunjung ke Amerika serikat baru-baru ini. Meski demikian, dampak
kegagalan Israel untuk menekan Iran tampak jelas terlihat dalam sikap
para pejabat Zionis.
Kini, perselisihan di antara pejabat senior Tel Aviv berubah menjadi
masalah besar dalam internal Israel, bahkan suara penentangan terhadap
opsi militer ke Iran terdengar khususnya dari pejabat keamanan dan
militer seperti Benny Ganzt, Kepala Staf Gabungan Militer Israel.
Kenyataannya adalah rezim Zionis saat ini sedang menghadapi problem
besar sehingga akan menjalani hari-hari sulitnya. Berbagai pernyataan
yang saling berseberangan dari pejabat Israel mengindikasikan bahwa
strategi Tel Aviv untuk mengancam Iran membentur dinding.
Meski sebelumnya Amerika Serikat dan sekutunya mendukung Israel untuk
mengancam Iran dengan serangan militer, namun para pejabat Tehran
dengan tegas menyatakan bahwa setiap aksi militer akan mendapat reaksi
keras dan mematikan dari Iran. Bahkan Republik Islam menyatakan bahwa
agresi ke Iran dapat berubah menjadi perang yang meluas hingga keluar
dari Timur Tengah. ( IRIB Indonesia/RA/NA)